Senin, 31 Mei 2010

Tugas Ebis dan Profesi/Hanifah P.H/NIM 142080025

Nama : Hanifah Putri HabsariNIM : 142080025
Skandal akuntansi di Luar Negeri
KASUS MERCK
Perusahaan farmasi kedua terbesar dan merupakan blue chips di Dow Jones, yakni Merck yang diduga telah melakukan marku up atas pendapatannya sebesar US$14,1 milyar selama 3 tahun ini. Skandal keuangan tersebut diumumkan langsung oleh US Securities and Exchange Commission. Tetapi kasus Merck tidak sama seperti Enron, mereka tidak menggelembungkan laba dan tidak melakukan penipuan. Tetapi yang agak ganjil adalah tindakan Merck memasukkan uang yang telah dibayar kepada perusahaan pengecer ke dalam pendapatan dan aspek ini tidak pernah disinggung. Dengan alasan kekecewaan investor yang dikombinasikan dengan kondisi pasar yang tidak menentu sudah cukup membuat Merck membatalkan penjualan saham Medco (anak perusahaannya) kepada publik.
Merck diketahui selama ini telah menggelembungkan pendapatan sebesar US$14,1 milyar yang seolah-olah berasal dari anak usahanya bernama Medco Health Solutions Inc. Penggelembungan pendapatan yang dibuatnya adalah sebesar US$2,84 milyar pada 1999, US$4,04 milyar pada 2000, US$5,54 milyar pada 2001 dan US$1,64 milyar pada 1Q02. Padahal in the first quarter of this year. Pendapatan tersebut dikatakan merupakan pembayaran yang dilakukan untuk jasa perawatan kesehatan karyawan. Akan tetapi, Medco sendiri selama ini tidak menerima pendapatan tersebut. Sedangkan Merck selama ini secara cerdik telah membuat penyesuaian terhadap biaya pejualan sehingga penggelembungan pendapatan ini seolah-olah tidak nampak sebagai penggelembungan profit.
KASUS WORLDCOM
WorldCom juga termasuk grup telekomunikasi raksasa meskipun masalahnya lebih besar daripada yang dihadapi oleh Global Crossing. Bulan Juni 2002, WorldCom yang menguasai jaringan MCI interlokal di Amerika, mengakui bahwa mereka keliru membukukan biaya perusahaan sebesar US$3,8 milyar dan laba yang diraup selama 5 catur wulan terakhir sejak awal 2001 sudah raib. Akuntan yang mengaudit WorldCom adalah Andersen, perusahaan audit yang kebetulan juga akuntan Enron. WorldCom telah memecat Direktur Keuangannya, Scott Sullivan. Tidak itu saja, CEO sekaligus pendiri WorldCom yang terkenal flamboyan, Bernie Ebbers, juga didepak bulan April lalu. Tetapi sekedar pengakuan berbuat kekeliruan ternyata tidak cukup memuaskan SEC. Ketua SEC yang memeriksa akuntansi WorldCom, Harvey Pitt menggambarkan pembukuan perusahaan tersebut sebagai ‘sangat tidak memadai dan kurang lengkap’. Mr. Ebbers dan Mr. Sullivan berlindung di balik 'Fifth Amendmen' ketika diminta keterangan mereka di depan sebuah komite yang dibentuk Kongres tanggal 8 Juli lalu. Untuk menyelamatkan perusahaan agar sesuai dengan standar akuntansi AS, WorldCom mesti mengganti pemilik alias melepas sahamnya. Tetapi melihat pasar telekomunikasi yang sedang lesu akan sulit bagi WorldCom mendapatkan calon pembeli.
Sanksi atau hukuman
Ancaman hukuman penjara maksimum bagi eksekutif diubah dari 5 tahun menjadi 20 tahun. Sedangkan suatu bentuk tindak pidana baru (Security Fraud) diancam dengan hukuman maksimal 25 tahun. Auditor diberhentikan dari profesinya, sedangkan KAP-nya ditutup.
Skandal akuntansi di Indonesia
KASUS TELKOM
Di Indonesia kasus-kasus serupa juga terjadi, misalnya kasus audit PT Telkom oleh KAP “Eddy Pianto & Rekan”. Dalam kasus ini laporan keuangan auditan PT Telkom tidak diakui oleh SEC (pemegang otoritas pasar modal di Amerika Serikat), dan atas peristiwa ini audit ulang diminta untuk dilakukan oleh KAP yang lainnya.
Kasus tidak diterimanya hasil audit laporan keuangan PT Telkom yang diaudit Kantor Akuntan Publik (KAP) Eddy Pianto sehingga menimbulkan permasalahan dengan peraturan pengawas pasar modal (Securities and Exchange Commission/SEC) Amerika Serikat, harus menjadi pelajaran dan perhatian bersama. Hal itu menunjukkan langkanya KAP Indonesia yang bisa memenuhi standar kualifikasi dan aturan internasional.
Demikian pendapat dari beberapa pihak yang dihubungi akhir pekan lalu, sehubungan dengan kasus Telkom dan auditornya, KAP Eddy Pianto yang telah berubah nama menjadi KAP Jimmy Budhi. Bahkan, Telkom kini kesulitan mencari akuntan publik yang dapat memenuhi kualifikasi standar dan prosedur SEC. KAP yang ada dan memenuhi syarat, tidak dapat melakukan audit karena adanya benturan kepentingan (conflict of interest) lantaran telah mengaudit anak perusahaan Telkom, (Kompas, 13-14 Mei).
Sekretaris Menneg BUMN Bacelius Ruru menyatakan, pemerintah harus memberikan perhatian, khususnya terhadap kelangkaan auditor yang memenuhi standar kualitas dan kualifikasi SEC. Hal itu mengingat adanya perusahaan Indonesia yang juga mencatatkan sahamnya di bursa luar negeri, khususnya New York.
Apalagi, katanya, perubahan aturan di pasar modal internasional, berlangsung begitu cepat, dan harus diantisipasi oleh perusahaan maupun KAP Indonesia dan pemerintah.
Sementara itu, Deputi Menteri Negara BUMN Bidang Industri Strategis, Pertambangan dan Telekomunikasi Roes Aryawijaya menyatakan, terjadinya kasus Telkom juga karena kurang antisipasinya perusahaan-perusahaan Indonesia yang listing di luar negeri.
“Kasus itu juga terjadi karena konsekuensi dari dilakukannya dual listing saham Telkom, di pasar modal Indonesia maupun di pasar modal luar negeri. Kalau menurut saya, sebaiknya tidak usah dual listing ke AS. Lebih baik kita dual listing secara bertahap, mulai di pasar modal Singapura, sebelum ke AS. Ini satu pengalaman yang harus diambil hikmahnya,” katanya.
Menurut seorang pejabat Telkom, pangkal masalah Telkom sebenarnya terjadi akibat berhentinya secara mendadak KAP Earnes & Young (E&Y) yang waktu itu tengah mengaudit Telkom. Akibatnya, Telkom menggantinya dengan KAP Grant Thornton yang berafiliasi dengan KAP Eddy Pianto.
Sumber itu mengakui KAP yang ditunjuk adalah papan bawah, mengingat tiga KAP besar seperti KPMG, HTM, dan PwC, tak bisa melakukan audit dan ada yang berbenturan kepentingan dengan Telkom sendiri. Namun, sebelumnya KAP Eddy Pianto sudah memberikan undertaking yang menyatakan kelayakannya sebagai auditor.
Telkom saat ini sedang meneliti kasus itu, apakah terjadi pelanggaran kontrak dengan KAP Eddy Pianto maupun E&Y yang mendadak mundur.
Terhadap pekerjaan KAP Eddy Pianto, Roes menyatakan, sebenarnya belum selesai. “Bagaimana mau dibayar penuh kalau pekerjaannya belum selesai?” katanya.
Sanksi atau hukuman yang sebaiknya diberikan:
Memberikan sanksi yang sesuai dengan kesalahan dari auditor tersebut, yaitu hukuman penjara dan denda serta pemberhentian sementara dari pekerjaannya, sesuai dengan ketentuan dari pemerintah Indonesia itu sendiri. Namun apabila auditor tersebut sudah melakukan pelanggaran yang sangat besar, hukuman yang diberikan juga harus disesuaikan, yaitu hukuman penjara seumur hidup dan pemberhentian auditor tersebut dari pekerjaannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar